Bandung,Bossnewsmedia.com – Indonesia — Dalam situasi bangsa yang kian tidak menentu—mulai dari krisis kepercayaan publik, menurunnya integritas politik, hingga menguatnya praktik-praktik kekuasaan yang mengabaikan suara rakyat mengenai pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional kembali memantik polemik besar di tengah masyarakat. Di saat negara membutuhkan arah baru dan keteladanan moral, ini justru membawa bangsa kembali pada luka lama yang belum sepenuhnya pulih.
Sebagai lembaga yang bergerak dalam kajian sosial, budaya, dan demokrasi, Gerakan mahasiswa Pasundan bersama pelajar Pasundan menyatakan dengan tegas menolak pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Sebelum Melakukan pernyataan Sikap Gerakan Mahasiswa Pasundan Melakukan Diskusi yang bertajuk ” Penolakan Penyematan gelar pahlawan Kepada soeharto ” Yang di lanjutkan dengan pernyataan sikan Gerakan mahasiswa pasundan bersama Pelajar Pasundan.
“Soeharto Ini adalah pemimpin Konsumtif dan koruptif yang sangat tidak layak menyandang status pahlawan ” Tandas Rajo Galan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pasundan
Realitas hari ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih mengakar, ruang demokrasi melemah, dan suara rakyat sering terpinggirkan. Banyak dari ketidakpastian ini merupakan warisan dari kultur otoritarian yang melekat sejak Orde Baru. Justru pada titik inilah kita dituntut untuk lebih kritis memilih siapa yang layak dijadikan teladan nasional.
Mengangkat figur yang kontroversial tanpa memperhitungkan dampak historisnya berarti membuka ruang bagi hilangnya memori kolektif bangsa tentang masa kelam yang pernah dialami.
Mengapa Menolak? Dosa Masa Lalu yang Tidak Bisa Dihapus dan di lupakan
Soeharto bukan hanya tokoh sejarah; ia adalah simbol dari rezim yang meninggalkan jejak kelam yang diakui oleh berbagai lembaga nasional maupun internasional. Beberapa catatan penting:
1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Rezim Orde Baru identik dengan rangkaian pelanggaran HAM berat:
Tragedi 1965–1966 dengan korban ratusan ribu jiwa.
Penembakan misterius (Petrus) pada awal 1980-an.
Penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi menjelang Reformasi 1998.
Ini bukan sekadar perdebatan sejarah—melainkan luka kemanusiaan yang belum tuntas.
2. Korupsi dan Penjarahan Kekayaan Negara
Transparency International pernah menempatkan Soeharto sebagai salah satu pemimpin paling korup di dunia, dengan dugaan kerugian negara mencapai puluhan miliar dolar.
3. Pembungkaman Demokrasi dan Kebebasan Sipil
Pers dibatasi, oposisi ditekan, organisasi mahasiswa ditekan, dan kritik dianggap ancaman. Demokrasi yang kita nikmati hari ini tidak lahir dengan mudah.
Mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan = Menghapus Luka Bangsa
Memberikan gelar pahlawan berarti memberikan legitimasi moral dan historis. Mengangkat Soeharto adalah tindakan yang berpotensi:
Mengabaikan penderitaan para korban.
Menghapus memori kolektif bangsa.
Mengirim pesan keliru bahwa pelanggaran HAM dapat ditutupi pencapaian pembangunan.
Bangsa yang sehat adalah bangsa yang berani mengakui kesalahan masa lalu.
Seruan Gema Pasundan kepada seluruh mahasiswa,pelajar dan masyarakat indonesia
Gema Pasundan mendesak pemerintah untuk:
Membatalkan pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Mengutamakan prinsip HAM, integritas, dan nilai reformasi dalam kebijakan publik.
Mendengarkan suara publik dan korban pelanggaran HAM demi menjaga martabat bangsa.
Red









